Gaya Pacaran Semakin Rusak, Adakah Solusi Tuntas Mengatasinya?
Oleh : Imelda Inriani
Pacaran merupakan aktivitas yang sangat dekat dengan pemuda - pemudi, segala aktivitas dalam pacaran bahkan sudah menjadi hal yang dirindukan oleh kedua insan yang lagi kasmaran tersebut.
Mereka akan rela melakukan apapun demi orang yang mereka kasihi, bahkan mereka juga bisa bem, ingin jadi dan punya tempat curhat, agar tidak merasa sendiri dan masih banyak lagi alasan-alasan yang mereka gunakan untuk menghalalkan aktivitas berpacaran ini.
Itulah sedikit gambaran aktivitas pacaran sekarang, dari aktivitas pacaran ini pula sudah banyak terjadi kekerasan berpacaran yang akhir-akhir ini terkuak kasusnya ada yang mengalami depresi bahkan ada juga yang sampai meninggal dunia. Lihat saja kasus Novia Widyasari (23) yang menenggak racun karena sang kekasih Bripda Randy Bagus memaksa melakukan aborsi. Bintang Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA)
"Kasus yang menimpa almarhumah ini adalah bentuk dating violence atau kekerasan dalam berpacaran. Setiap bentuk kekerasan adalah pelanggaran HAM," kata Bintang dalam keterangan pers tertulisnya, Minggu (5/11/2021).
Bintang juga menerangkan bahwa kekerasan dalam berpacaran dapat menimbulkan penderitaan secara fisik maupun seksual. Tak hanya itu, akibat yang ditimbulkan dari kekerasan dalam berpacaran juga dapat merampas hak seseorang baik di khalayak umum maupun sampai ke kehidupan pribadi. Bintang meminta polisi mengusut tuntas kasus Novia ini. Tak hanya itu, Bintang juga meminta pelaku Bripda Randy Bagus diproses hukum.(detiknews.com 05/12/2021)
Wakapolda Jawa Timur Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo mengungkapkan bahwa mahasiswi Universitas Brawijaya (UB) Malang, Novia Widyasari telah melakukan aborsi sebanyak dua kali hingga akhirnya nekat melakukan bunuh diri. Slamet menerangkan, keduanya melakukan hubungan layaknya suami istri yang terjadi mulai tahun 2020 hingga 2021, yang dilakukan di wilayah Malang yang dilakukan di kos maupun di hotel. Ia menambahkan bahwa oknum polisi berinisial R itu akan diperiksa secara internal dengan ketentuan Perkap nomor 14 tahun 2011 tentang kode etik yaitu dijerat dengan Pasal 7 dan 11. Secara pidana umum juga akan dijerat Pasal 348 Juncto 55.
"Kita akan menerapkan pasal-pasal tersebut kepada anggota yang melalukan pelanggaran. Sehingga tidak pandang bulu, dan hari ini yang terduga sudah diamankan di Polres Mojokerto Kabupaten," tandasnya (okezone.com, 05/12/2021)
Melihat maraknya kekerasan terhadap perempuan saat ini, seharusnya membuka mata kita bahwa harus ada yang diperbaiki dan ditinjau kembali terkait dengan kebijakan yang diterapkan, tidak hanya penangkapan pelaku kemudian diproses hukum dengan menjalani proses tahanan, hal itu tidaklah membuat efek jera bagi pelaku, dan tidak menutup kemungkinan pelaku untuk mengulangi perbuatannya tersebut.
Banyak sekali hal-hal yang mendukung para pelaku kekerasan seksual untuk menjalankan aksi bejatnya, dengan melaporkan pelaku kepada pihak berwajib tidak menjadikan kasus kekerasan seksual ini mereda bahkan makin banyak, sebagaimana Komnas Perempuan melaporkan bahwa kasus KtP menjadi makin kompleks dan meluas sehingga tidak mampu tertangani dan terlindungi. Menurut aktivis perempuan (feminis), ada konstruksi seksualitas di masyarakat patriarki yang mewajarkan laki-laki bersikap agresif terhadap perempuan sehingga terjadi sikap permisif terhadap kekerasan seksual. Dalam hal ini, perempuan menjadi pihak yang tersalahkan.
Kaum feminis juga menganggap bahwa terjadinya kekerasan seksual karena perempuan yang dianggap rendah dan mereka juga menganggap kaum wanita lah yang mengundang pria untuk melakukan tindak kekerasan seksual misalnya terkait pakaian wanita yang terbuka, wanita yang sering keluar malam dan pergaulan wanita yang bebas, sehingga kaum feminis mengungkapkan bahwa yang dilakukan kaum wanita adalah kebebasan bertingkah laku sehingga mereka juga menuntut bahwa kau pria lah yang seharusnya menahan diri dan menjaga pandangan dirinya terhadap perempuan.
Hal ini sungguh lucu dan menggelitik seharusnya kaum feminis sadar bahwa kekerasan seksual ini terjadi sangat besar kemungkinannya terjadi karena dipicu dengan suasana dan kondisi yang mendukung, termasuk karena pakaian dan pergaulan wanita yang bebas, inilah yang memicu terjadinya kekerasan seksual, akan timbul syahwat kaum pria melihat pemandangan yang mengundang gairah seksualitas mereka. Mereka juga memandang bahwa kekerasan yang terjadi ditempat kerja bukanlah salah perempuan karena berpenampilan menarik tetapi karena kedudukan wanita dan laki laki yang belum setara didunia kerja.
Masalah diatas merupakan bagian dari kekerasan seksual diluar aktivitas pacaran, jika kekerasan terjadi dalam aktivitas pacaran maka yang dianggap bersalah adalah pihak yang memaksa untuk melakukan aktivitas terlarang, misalnya berhubungan badan, aborsi dll, bukan aktivitas berpacaran nya yang dilarang. Cara berfikir seperti ini sangat keliru dan kacau, ini terlihat seperti memberikan kebebasan kepada siapa saja yang tidak keberatan dan tidak merasa dipaksa, sehingga silahkan saja bagi kalian melakukan apapun dalam berpacaran selagi tidak memaksa dan tidak membuat pasangan keberatan ya tidak masalah. Dalam hal ini tentu saja mereka sudah melegalkan aktivitas mendekati zina dan bahkan melegalkan zina.
Sungguh miris sekali melihat kondisi seperti ini tak ada aturan yang bisa mencegah kejahatan serta kekerasan seksual bahkan aturan itu sendiri lah yang malah mendukung pelaku untuk melakukan tindakan keji ini, berbeda hal nya jika aturan islam yang diterapkan, islam sangat detail mengatur segala aspek kehidupan masyarakat dalam bersosial, islam akan mengatur segala interaksi yang terjadi.
Pertama, Islam memerintahkan laki laki dan perempuan untuk menundukkan serta menjaga pandangannya, menutup aurat secara sempurna agar tidak terlihat oleh yang bukan mahram, hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan syahwat.
Kedua, islam juga akan melarang laki laki berkhalwat (berdua-duaan) dan berikhtilat (campur baur) kedua hal inilah yang memicu untuk terjadi kekerasan seksual apalagi bagi orang yang berpacaran sangat besar peluang pelaku melakukan kekerasan seksual pada saat mereka berdua-duaan.
Ketiga, islam juga melarang perempuan untuk berdandan berlebihan atau tabbaruj serta berpenampilan yang dapat mengundang syahwat laki laki. Islam akan mengontrol serta menjaga interaksi antara laki laki dan perempuan sehingga tidak menimbulkan celah bagi pelaku untuk menjalankan segala aksi bejatnya.
Selain itu islam juga akan membatasi tayangan yang akan ditampilkan keruang publik misalnya film-film yang tidak senonoh iklan-iklan yang menampakkan aurat dsb, hal ini dilakukan agar dapat menjaga terjadinya kekerasan seksual karena tayangan seperti ini berdampak pada pelampiasan naluri melalui pemerkosaan, pelecehan seksual, dan sejenisnya. Islam juga akan memberikan sanksi yang berat kepada pelaku kekerasan seksual yang akan membuat para pelaku jera dan tidak mau lagi melakukan hal serupa, islam akan memberikan sanksi pada pelaku kekerasan seksual akan mendapat hukuman rajam bagi pelaku yang sudah pernah menikah, dicambuk dan diasingkan untuk pelaku yang belum pernah menikah. Pembuat dan penyebar konten-konten porno akan diberikan sanksi ta’zir yang jenisnya ditentukan berdasarkan pendapat Khalifah.
Maraknya perzinaan di kalangan remaja merupakan produk sistem kapitalis sekuler liberal. Karenanya, kasusnya akan terus muncul selama sistem rusak ini diterapkan dalam kehidupan. Solusi tuntas yang akan menyelesaikan masalahnya hanya ketika syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan dengan tegaknya Khilafah Islamiyah, insya Allah.
Wallahu a’lam bishawab
*) Penulis adalah Aktivis Muslimah Samarinda
Komentar