Tarif Listrik Naik 2022, Akankah Tingkatkan Pelayanan?

Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd

Pemerintah berencana akan menaikan tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan non subsidi pada 2022 mendatang dengan skema adjustment (penyesuaian tarif). Adjustment ini biasanya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kurs dollar, inflasi dan harga minyak dunia.

Berikut 13 golongan pelanggan non subsidi PLN, berdasarkan data Kementerian ESDM: 1. Pelanggan rumah tangga dengan daya 1.300 VA, 2. Pelanggan rumah tangga dengan daya 2.200 VA, 3. Pelanggan rumah tangga dengan daya 3.500 sd 5.500 VA. 4. Pelanggan rumah tangga dengan daya 6.600 VA ke atas. 5. Pelanggan bisnis dengan daya 6.600 sd 200 kVA. 6. Pelanggan pemerintah dengan daya 6.600 sd 200 kVA. 7. Penerangan jalan umum. 8. Pelanggan rumah tangga daya 900 VA rumah tangga mampu (RTM).

Tegangan Menengah: 9. Pelanggan pelanggan bisnis daya >200 kVA. 10. Pelanggan industri >200 kVA. 11. Pelanggan pemerintah dengan daya >200 kVA, 12. Layanan khusus, tarifnya Rp 1.644,52 per kWh. Tegangan Tinggi: 13. Industri daya >30.000 kVA.

Menanggapi hal tersebut, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyanto mengatakan, rencana mengenai tarif adjustment ini memang sudah lama didengungkan.

Penyesuaian tarif menurut Agus, menjadi hal yang wajar dan dapat diterima ketika dibarengi dengan layanan yang ditingkatkan oleh penyedia layanan dalam hal ini Perusahaan Listrik Negara (PLN). (Tribunnews.co, 3/12/2021)

Tarif Listrik Naik Tidak Wajar

Apa pun alasan kenaikan listrik apalagi pandemi belum usai sungguh merupakan kezaliman. Pendemi telah mengubah kondisi ekonomi masyarakat, pendapatan berkurang bahkan ada yang kena PHK.

Meski ada subsidi listrik dari pemerintah tetapi tidak semua masyarakat bisa merasakannya. Ketidakadilan bisa dirasakan sebagian masyarakat jika hanya beberapa kalangan yang bisa menikmati subsidi atau layanan gratis tetapi disisi lain ada yang masih kesusahan.

Layanan listrik sebenarnya merupakan kewajiban atau tanggung jawab negara. PT PLN dalam hal memberikan layanan hanya sebagai penyelenggara badan negara. Jadi, apa pun terkait dengan kelistrikan, baik ketersedian layanan listrik, naik atau turun tarif listrik, dan gratis merupakan wewenang pemerintah.

Pemerintah seharusnya merespon keluhan masyarakat terkait kenaikan dan pelayanan listrik yang sering padam. Keluhan masyarakat menunjukkan ketidakrelaan terhadap layanan negara. Jika negara mengambil tindakan justru menaikkan tarif listrik padahal layanan listrik belum maksimal sungguh merupakan kesalahan kebijakan.

Kesalahan kebijakan ini bukan hanya pada layanan yang kurang memenuhi harapan meski TDL sudah mahal. Namun lebih mendasar kesalahan terletak pada negara yang memerankan diri sebagai pedagang bukan pelayan rakyat. Layanan energi berupa listrik padahal bersumber dari kekayaan milik rakyat seharusnya diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat juga.

Tetapi akibat pengadopsian sistem kapitalisme liberal yang tegak di atas dasar keuntungan materi, menjadikan listrik yang merupakan kebutuhan dasar rakyat dikomersialisasikan.

Hal tersebut juga tak lepas dari konsep liberalisasi SDAE hingga membuat harta kepemilikan umum dikuasai korporasi. Walhasil, rakyat harus merasakan beban kehidupan yang semakin hari semakin berat akibat penerapan sistem kapitalisme ini.

Kesalahan pemerintah dalam mengelola SDAE dengan menyerahkan ke individu atau swasta adalah pangkal masyarakat tidak bisa menikmati gratis hasil kekayaan negeri ini. Negara sudah semena-mena dan zalim tega menjadikan masyarakat sebagai korban atas kerakusan para kapital. Astaghfirullah.

Listrik Gratis dalam Islam

Listrik merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang wajib dipenuhi negara. Sebab, listrik bagian dari hak milik umum yang dikelola negara. Sehingga individu maupun korporasi dilarang memilikinya untuk dikomersialkan.

Rasulullah saw bersabda: “Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.”(HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah)

Konsep Islam dalam hal tata kelola harta milik umum ini memastikan hasil kekayaan SDAE akan kembali kepada masyarakat. Sangat berbeda dengan sistem Kapitalisme saat ini yang meliberalkan kekayaan SDAE kepada para Kapital. Penguasanya pun hanya sebagai regulator. Akhirnya, timbal baliknya layanan kepada masyarakat dikomersialisasikan, kasihan!

Dengan demikian, hanya dalam sistem Islam layanan publik berupa listrik tersebut dapat dinikmati murah, terjangkau bahkan digratiskan tanpa ada yang diistimewakan atau dikecualikan. Semua itu akan bisa dinikmati jika Islam mau diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a’lam

*) Penulis adalah alumni Pascasarjana Unlam

Penulis:

You have not selected any widget for this sidebar.

Baca Juga