Wanita Tanpa Perisai Kehormatannya Tergadai
Oleh: Dewi Soviariani
Sedu sedan terdengar Isak tangis keluarga, mahasiswi cantik bernama Novia Widyasari ditemukan tak bernyawa di pusaran ayah nya. Diduga depresi akibat kehormatannya yang telah direnggut, bahkan paksaan aborsi dari sang kekasih, Novia nekat menenggak racun.
Kekasihnya Bripda Randy Bagus kemudian menjadi perbincangan hangat di medsos karena disebut-sebut menjadi penyebab Novia Widyasari bunuh diri. Berawal dari kisah kasih berpacaran korban dan tersangka telah melakukan aborsi sebanyak dua kali. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Wakapolda Jawa Timur Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo
"Selain itu ditemukan juga bukti lain bahwa korban selama pacaran, yang terhitung mulai bulan Oktober 2019 sampai bulan Desember 2021 melalukan tindakan aborsi bersama yang mana dilakukan pada bulan Maret tahun 2020 dan bulan Agustus 2021," kata Slamet.
Layu sebelum berkembang, kehilangan kehormatan, tertekan dan berakhir nyawa melayang. Miris kondisi perempuan saat ini ketika paham sekularisme dijadikan pedoman. Tak hanya Novia Widyasari saja yang terkorban, banyak nasib yang serupa dialami wanita ketika mereka tidak dilindungi dan dijaga kehormatannya dengan benar oleh negara. Banyak pihak menanggapi dari sudut kriminalitas nya tapi abai dalam menganalisa akar masalah.
Rusaknya sistem pergaulan pria dan wanita dalam kehidupan sekuler, menjadikan aktivitas pacaran sebagai hal yang lumrah. Tak ada lagi batasan dan norma yang dipatuhi. Prinsip kebebasan jadi landasan berperilaku. Sayangnya kasus seperti ini selalu berulang dan terjadi lagi. Gagal nya negara melindungi nasib perempuan kini menjadi polemik tak berkesudahan. Undang undang diterbitkan tapi tak sehaluan, alih alih perempuan dilindungi yang terjadi malah terzalimi.
Kasus bunuh diri sebagai puncak depresi akibat kekerasan di masa pacaran menarik perhatian masyarakat hingga para pejabat negara. Seperti tanggapan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga, bicara mengenai kasus Novia Widyasari (23) yang menenggak racun karena sang kekasih Bripda Randy Bagus memaksa melakukan aborsi. Bintang menyebut kasus yang menimpa Novia termasuk dalam kategori kekerasan dalam berpacaran atau dating violence atau kekerasan dalam berpacaran.
Kehidupan liberal menjadi kan perzinaan menjadi legal. Pacaran sebagai jalan menuju perzinaan pun semakin dianggap sesuatu yang menarik bagi lingkungan pergaulan. Bahkan istilah dating violence sendiri adalah bentuk pembenaran atas legal nya perzinaan. Pembelaan terhadap korban seakan memihak padahal sesungguhnya telah menyatakan persetujuan terhadap aktivitas zina.
Kasus ini tidak cukup dikawal dengan penangkapan pacar korban, sepatutnya ini mendorong memperbaiki tata pergaulan dan menghapus beragam nilai liberal. Tak hanya menyoroti kasus zinanya saja, aborsi dan bunuh diri adalah masalah yang harus dipikirkan solusinya. Masyarakat harus jeli dan waspada banyak kelompok yang bersuara dan memberikan dukungan morel pada korban menjadi peluang untuk memasukkan paham liberalisme sehingga dijadikan asas menjalankan kehidupan. Sebagian besar dukungan itu berasal dari para pegiat gender yang menarasikannya sebagai bentuk kekerasan seksual pada perempuan.
Ujung dukungan mereka adalah tuntutan kesetaraan gender. Jangan sampai justru kasus ini memperbesar dukungan terhadap Permen dan RUU PPKS yang liberal. Karena solusi liberal pasti menghasilkan lebih banyak masalah baru. RUU TP-KS berparadigma feminis ini, tidak mampu menjadi solusi atas berbagai kasus KtP, bahkan bisa menimbulkan masalah yang lain, karena tidak menyelesaikan sampai pada akar masalahnya.
Sedangkan Permendikbud No 30 Thn. 2021 ini terdapat pasal-pasal kontroversial, misalnya pasal 5 ayat 2 huruf b, f, g, h, i, dan m dapat ditafsirkan, dibolehkan perilaku seks bebas jika disetujui korban. Hal ini sama dengan penyebaran pendidikan seksual consent, semua perilaku seksual/maksiat tersebut dibiarkan dilakukan dengan syarat tidak dipaksa, atau suka sama suka.
Dalam menyikapi hal ini harusnya Pemerintah melarang sexual consent, perzinaan, dan mendekati zina, dengan memasukkan aturan pergaulan dalam kurikulum untuk seluruh jenjang pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Di samping itu, pemerintah juga seharusnya mengontrol media agar tidak mempertontonkan pornografi-pornoaksi, diganti dengan media yang mendorong ketakwaan, bukan mendorong nafsu syahwat. Namun sayang nya penerapan tersebut tidak akan pernah bisa sejalan jika negeri ini masih mengadopsi paham liberalisme sekuler.
Kembali pada penataan Islam secara totalitas yang terbukti menjadi solusi. Islam memiliki seperangkat aturan dalam mengatasi rusak nya tatanan pergaulan liberalisme sekuler. Dalam Islam, zina adalah tindakan keji atau fâhisyah. Secara bahasa, fâhisyah adalah ‘perbuatan keji dan terhina/tercela’. Bisa juga bermakna ‘semua bentuk perbuatan dosa’. Secara lebih khusus, kata fâhisyah itu ‘dosa besar'. Jika perilaku fâhisyah itu terus terjadi secara terang-terangan, penyakit-penyakit baru pun bisa terus bermunculan.
“Tidaklah zina tampak pada suatu kaum hingga mereka melakukannya terang-terangan kecuali akan menyebar di tengah mereka penyakit Tha’un dan berbagai penyakit yang belum terjadi di generasi-generasi yang sudah berlalu sebelum mereka.” (HR Ibn Majah, al-Bazar, al-Hakim, al-Bayhaqi, dan Abu Nu’aim).
Allah SWT juga telah memberikan peringatan tentang keharaman perzinaan dan hal-hal yang mendekati perzinaan, terdapat dalam firman Allah QS Al-Isra ayat 32,
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.“ (QS Al-Isra: 32).
Untuk melaksanakan aturan Islam sesuai perintah Allah SWT, maka negara harus memfasilitasi/menjamin pelaksanaan aturan tersebut dan memberi sanksi bagi yang melanggarnya. Sanksi harus berfungsi untuk mencegah (zawajir) bagi masyarakat agar tidak berzina dan juga berfungsi sebagai penebus dosa (jawabir) atau membuat jera/’kapok’ bagi pelaku zina.
Dalam Islam, sanksi bagi pezina yang belum menikah, maka wajib didera 100 kali cambukan, dan boleh diasingkan selama satu tahun. Firman Allah Swt.,
الزّانِيَةُ وَالزّانى فَاجلِدوا كُلَّ وٰحِدٍ مِنهُما مِا۟ئَةَ جَلدَةٍ ۖ وَلا تَأخُذكُم بِهِما رَأفَةٌ فى دينِ اللَّهِ إِن كُنتُم تُؤمِنونَ بِاللَّهِ وَاليَومِ الءاخِرِ ۖ وَليَشهَد عَذابَهُما طائِفَةٌ مِنَ المُؤمِنينَ.
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman." (QS An Nur: 2).
Adapun sanksi orang yang termasuk memfasilitasi orang lain untuk berzina dengan sarana apa pun dan dengan cara apa pun, baik dengan dirinya sendiri maupun orang lain, tetap akan dikenakan sanksi. Sanksi bagi mereka menurut pandangan Islam adalah penjara 5 tahun dan dicambuk. Jika orang tersebut suami atau mahramnya, maka sanksi diperberat menjadi 10 tahun. (Abdurrahman al Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, Bogor, Pustaka Tariqul Izzah, 2002, hlm. 238).
Islam jelas dan tegas dalam mengatur masalah sistem pergaulan antara lelaki dan perempuan. Tidak ada celah untuk kejadian maksiat berupa perzinaan, aborsi dan bunuh diri terjadi berulang-ulang kali. Aturan Islam membawa efek jera bagi masyarakat. Kemuliaan dan kehormatan wanita terjaga dan terlindungi oleh negara. Kekerasan seksual terhadap perempuan benar benar nyata penjagaan nya. Wanita memiliki perisai yang kokoh untuk menjaga kehormatannya. Dengan Meninggalkan nilai nilai liberal yang merusak, Islam menjadi solusi problematika terbaik.
Lantas masih kah kita enggan mengambil Islam sebagai satu satunya pilihan untuk memperbaiki keadaan? Apakah kita harus menunggu anak atau cucu kita yang menjadi korban terlebih dahulu baru kita sadar bahwa Islam adalah sistem yang benar benar memberikan keadilan dan perlindungan.
Penerapan Islam secara menyeluruh menjadikan Islam Rahmat bagi seluruh alam. Firman Allah dalam surah al Anbiya’ ayat 107,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ.
"Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."
Allahu A'lam bisshawwab
*) Penulis adalah Ibu dan pemerhati umat
Komentar